Kamis, 03 Januari 2013

ALIRAN TATABAHASA KASUS



BAB I

Di postingan Kali ini Ralf akan membagikan Makalah Linguistik yang telah Ralf susun secara apik berdasarkan sumber yang baik dan terpercaya.  Saat mempresentasikan Makalah ini, kelompok Ralf mendapat respon yang baik dari Dosen Pemangkuh Lingistik. semoga Makalah ini bisa mempermudah Freunde semua.




PENDAHULUAN
A       Latar Belakang

Dunia ilmu, termasuk linguistik, bukan merupakan kegiatan yang statis, melainkan merupakan kegiatan yang dinamis, berkembang terus, sesuai dengan filsafat ilmu itu sendiri yang selalu ingin mencari kebenaran. Linguistik struktural lahir karena tidak puas dengan pendekatan dan prosedur yang dipakai oleh linguistik tradisional dalam menganalisis bahasa.

Sekian puluh tahun linguistik tradisional dengan berbagai modelnya populer sebagai satu-satunya aliran yang banyak diikuti dalam menganalisis bahasa. Kemudian, para ahli linguistik merasa bahwa model struktural juga banyak kelemahannya sehingga ahli linguistik mencoba merevisi metode struktural itu. Revisi itu melahirkan aliran lain yang agak berbeda, meski masih banyak persamaan. Perubahan total terjadi dengan lahirnya linguistik transformasional yang mempunyai pendekatan berbeda dengan linguistik struktural.

Linguistik transformasional lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structures pada tahun 1957. Dengan  terbitnya buku ini timbul kritikan dan saran dari berbagai pihak sehingga terbit buku yang kedua dengan judul Aspects of the Theory of Syntax pada tahun 1965. Metode tata bahasa yang dikembangkan dikenal dengan transformational generatif grammar atau dikenal dengan tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif.

Menjelang dasawarsa 70-an beberapa pengikut Chomsky memisahkan diri karena tidak puas dengan teorinya, maka mereka membentuk aliran sendiri antara lain Postal, Lakoff, Mc. Cawly dan Kiparsky, yang memperkenalkan aliran semantik generatif. Charles J. Fillmore dengan aliran tata bahasa kasus dan David M. Perlmutter dan Paul M. Postal yang memperkenalkan aliran tata bahasa relasional. Pada makalah ini akan dibahas dengan sangat singkat aliran tata bahasa kasus yang diperkenalkan oleh Fillmore.

B        Tujuan Penulisan
Makalah ini kami susun guna memberikan informasi kepada para pembaca mengenai tatabahasa kasus. Diharapkan kepada para pembaca mengetahui kasus – kasus yang terdapat dalam tatabahasa kasus.

C        Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah perkembangan tatabahasa kasus ?
2.      Sebutkan kasus – kasus yang terdapat pada tatabahsa kasus ?

1
 
BAB II
PEMBAHASAN

A       Perkembangan Tatabahasa Kasus

Tata bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam karangannya berjudul The Case for Case tahun 1968 (Chaer, 2003). Tata bahasa kasus merupakan suatu modifikasi dari teori tata bahasa transformasi yang memperkenalkan kembali kerangka kerja konseptual hubungan-hubungan kasus dari tata bahasa tradisional, tetapi memelihara serta mempertahankan suatu pembedaan antara struktur dalam dan struktur permukaan dari tata bahasa generatif, dengan catatan bahwa kata ‘dalam’ di sini mengandung pengertian ‘kedalaman semantik’ atau ‘semantic deep’ (Tarigan, 1989). Fillmore mengembangkan gramatika kasus setelah melihat adanya masalah pada gramatika transformasi generatif.

Fillmore melihat adanya peran semantik pada nomina dalam hubungannya dengan verba yang tak dapat diterangkan oleh gramatika transformasi generatif. Pada gramatika transformasi generatif, masing-masing kategori yang diberi label frasa hanya mempunyai ikatan logika bentuk dan distribusi dengan kategori lain dalam sebuah kalimat, seperti frasa benda (FB) dengan frasa verba (FV), frasa perba (FB) dengan frasa nomina (FN), frasa benda (FB) dengan frasa adverbia (FA), dan frasa perba (FB) dengan frasa depan (FD). Gramatika kasus sebagai perluasan dari gramatika transformasi generatif menetapkan masing-masing kategori diberi peran semantis (semantic role) yang disebut kasus (case). Struktur dalam sebuah kalimat menurut gramatika kasus berbeda dengan yang ada pada teori standar yang diperluas (EST). Pada gramatika kasus, struktur dalam sebuah kalimat terdiri dari dua konstituen, yaitu modalitas dan proposisi. Fillmore (dalam Chaer, 2003) menyatakan bahwa modalitas yang biasa berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan proposisi terdiri atas sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Perhatikan bagan berikut ini.

                                    
Yang dimaksud dengan kasus dalam teori ini adalah hubungan antara verba dengan nomina. Verba di sini sama dengan predikat, sedangkan nomina sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Hanya dalam teori ini diberi label kasus. Misalnya, dalam kalimat bahasa Inggris John opened the door with the key, argumen1 John berkasus ‘pelaku’, argumen2 door berkasus ‘tujuan’, dan argumen3 key berkasus ‘alat’ . Perhatikan bagan berikut!




Makna kalimat dalam teori dirumuskan dalam bentuk berikut.
+ --- X, Y, Z
Tanda --- dipakai untuk menandai posisi verba dalam sutruktur semantis, sedangkan X, Y, Z adalah argumen yang berkaitan dengan verba atau predikat itu yang biasanya diberi label kasus. Makna kalimat di atas adalah berikut ini:

OPEN, + [ --- A, I, O]
A = Agent, pelaku
I = Instrument, alat
O = Object, tujuan

Fillmore (Samsuri, 1978: 341) menjelaskan posisinya lebih lanjut tentang gagasan kasus batin sebagai dasar untuk menerangkan berbagai fungsi (frasa) nomina dalam kalimat-kalimat. Dalam karangannya Some Problems for Case Grammar (1971: 35), Fillmore membicarakan berbagai masalah dalam kategorisasi kasus, dan memberikansaran pemecahannya. Dia juga mengeluarkan dua prinsip dalam menghadapi pemecahan masalah itu, yaitu (1) bahwa hanya terdapat satu kasus bagi tiap (frasa) nomina dalam sebuah klausa; dan (2) bahwa jika kita ambil sebuah predikator, yang secara intuitif dilihat sebagai memberikan fungsi-fungsi semantik kepada (frasa) nomina-(frasa) nomina yang terdapat pada posisi sintaktik tertentu terhadap predikator itu, mestilah ada suatu batas dalam menggolong-golongkan fungsi semantik itu.

Pada mulanya Fillmore (dalam Yasin, 1991: 49) membedakan kasus-kasus atas pelaku (agentive), alat (instrumental), datif (dative), faktitif (factitive), tempat (locative), dan objektif (objective). Kemudian pada tahun 1971 Fillmore mengadakan perubahan pada pembedaan kasuskasus, yang mulanya dibagi atas enam kasus setelah dikembangkan menjadi 10 kasus. Di dalam daftar kasus yang baru kasus ‘datif’ dan ‘faktitif’ tidak dimunculkan lagi, namun keduanya digantikan penamaannya dengan kasus ‘yang mengalami’ dan kasus ‘tujuan’.
Daftar baru kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut :

A = Agentif                     TJ = Tujuan
P = Experiens                 TP = Tempat
I = Instrumen                 WK = Waktu
O = Objektif                   PNY = Penyerta
S = Sumber                    BEN= Benefaktif

Hubungan logis antara verba dengan frasa benda ditandai dengan preposisi seperti berikut.

Kasus                 Preposisi         Kasus               Preposisi
A                        by                    TJ                     for
P                         by                    L                      in,on,at
I by,with            WK                  in, on, at
O                        Ø                    PNY                  with
S o                      f,                      from,               off BEN for

               Preposisi yang menghubungkan verba dengan kategori-kategori benda disebut penanda kasus yang disimbolkan dengan K, sedangkan kategori-kategori benda yang mempunyai hubungan konseptual logis dengan verba disebut  aktan, yang menggambarkan peran semantis yang dikandung oleh masing-masing kategori benda tersebut. Sebagai contoh dari keterangan di atas adalahberikut ini.

a. Anak kami membeli buku
b. Kemarin dokter memeriksa anak kami
c. Anak kami melihat filem tadi malam.

Pada kalimat-kalimat di atas frasa nomina anak kami, sesuai dengan hubungan semantiksintaktik mempunyai kasus yang berbeda, anak kami pada kalimat (a) mempunyai kasus pelaku (A), anak kami pada kalimat (b) berkasus objek (O), sedangkan anak kami pada kalimat (c) mempunyai kasus mengalami (P). Dengan contoh di atas, jelas bahwa gagasan kasus Fillmore berbeda dari ketegorisasi kasus tata bahasa tradisional.

Menurut Samsuri (1978; 343), tata bahasa kasus cocok diterapkan dalam bahasa Inggris, tetapi dalam bahasa Indonesia tidak semua kaidah bisa diterapkan, misalnya kaidah tentang kala. Karena kala bersifat wajib dalam bahasa Inggris kaidah itu dapat diterapkan, tetapi tidaklah dalam bahasa Indonesia, karena bahasa kita tidak bersistem kala. Dalam bahasa Indonesia, modalitas lalu menjadi mana suka, dan kaidah pertama tata bahasa kasus wujudnya.

Kalimat              (M)odalitas

Contoh kalimat bahasa Indonesia tanpa modalitas Anak kami membeli buku, Kemarin dokter memeriksa anak kami, dan Anak kami melihat filem. Contoh kalimat bahasa Indonesia yang memakai modalitas Tuti sedang membaca surat di serambi, dan Wahyu pernah memberi pak Lurah kemeja dulu. Masing-masing kasus diuraikan seperti berikut ini.

A      Jenis – Jenis Kasus dalam Tatabahasa Kasus
Adapun jenis – jenis kasus yang terdapat pada tatabahasa kasus antara lain :
1.      Kasus Agentif (A)
Kasus agentif adalah kasus yang secara khusus ditujukan bagi makhluk hidup (yang bernyawa) yang merasakan hasutan tindakan yang diperkenalkan oleh verba (dalam Tarigan, Fillmore, 1968: 24}. Kasus agentif mendapat pemarkah [+hidup] yang merupakan pelaku suatu kegiatan atau yang memprakarsai tindakan verba, seperti dalam kalimat ‘Marta memangkas bunga mawar, kata ‘Marta’ melakukan perbuatan memangkas atau memprakarsai tindakan memangkas bunga mawar.

2.      Kasus Experiens (P)
Kasus yang mengalami berbeda dengan kasus pelaku walaupun verba yang ada di dalam predikat adalah verba yang sama. Bandingkan kalimat ‘Budi mendengar suara aneh’ berbeda dengan kasus, ‘Budi mendengar radio’. Kata ‘Budi’ yang pertama mempunyai kasus yang mengalami sedangkan yang kedua mempunyai kasus pelaku mendengar radio. Untuk membedakan PLK dan P dapat digunakan masing-masing pertanyaan ‘Apa yang dilakukan PLK?’ dan ‘Apa yang terjadi pada P’

3.      Kasus Instrumen (I)
Kasus alat/ instrumental ialah kasus yang berkekuatan tidak hidup/tidak bernyawa atau objek yang secara kausal terlibat di dalam tindakan atau keadaan yang diperkenalkan oleh verba (dalam Tarigan, Fillmore, 1968: 24). Kasus agentif mempunyai ciri [-hidup] yang tidak bernyawa, secara kausal merupakan penyebab suatu tindakan atau keadaan yang diekspresikan oleh verba. Kasus ini diberi pemarkah dengan preposisi ‘with’ dalam bahasa Inggris. Ini bukan berarti bahwa setiap frasa benda yang didahului oleh preposisi ‘with’ adalah alat. Misalnya, ‘Jhon opened the door with a key’, ‘a key’ merupakan alat untuk membuka pintu dan menyebabkan pintu terbuka, tetapi pada kalimat ‘Jhon walks with an umbrella’, ‘an umbrella’ merupakan kasus penyerta.

4.      Kasus Objectif (O)

Kasus objektif adalah kasus yang secara semantis paling netral, kasus dari segala sesuatu yang dapat digambarkan atau diwakili oleh sesuatu nomina yang peranannya di dalam tindakan atau keadaan diperkenalkan oleh interpretasi semantik verba itu sendiri; menurut pemikiran, konsep tersbut hendaknya terbatas pada hal-hal yang dipengaruhi oleh tindakan atau keadaan yang diperkenalkan oleh verba.

Istilah ini hendaknya jangan dikacaukan dengan pengertian ‘objekn langsung’ ataupun dengan nama kasus permukaan yang bersinonim dengan akusatif (dalam Tarigan, Filmore, 1968: 25). Dalam kalimat ‘Ali membunuh ular’, kata ‘ular’ adalah objektif. Namu, istilah objektif tidak boleh diinterpretasikan sebagai objek langsung, seperti pada tata bahasa tradisional karena apabila disamakan dengan objek langsung, maka akan ada objek tak langsung. Padahal, gramatika kasus tidak mengenal objek tak langsung, tetapi mempunyai nama tersendiri yang tidak dibicarakan pada saat ini. Frasa benda dalam kasus objektif tidak melakukan kegiatan atau tindakan, dan tidak pula menduduki posisi kasuskasus lain seperti alat dan sebagainya.

5.      Kasus Sumber (S)

Kasus sumber merupakan sumber atau penyebab terjadinya proses atau kegiatan atau keadaan yang dinyatakan oleh verba. Dalam kalimat ‘Gempa meruntuhkan gedung-gedung tinggi’, ‘Hayati mengecewakan aku’ dan ‘Angin menggoyangkan daun-daunan’, kata ’gempa’. ’Hayati’ dan ‘angin’ merupakan sumber dari kegiatan, proses, atau keadaan yang disebutkan verba.

6.      Kasus Tujuan (TJ)
Kasus tujuan lebih diartikan sebagai arah dari suatu kegiatan yang dinyatakan oleh verba. Contoh ‘Jack menulis surat kepada Jhon’ dan ‘Joko menulis surat untuk Karta’, kata ‘Jhon’ dan kata ’Karta’ adalah kasus yang berbeda. Yang pertama dinyatakan sebagai tujuan, tetapi yang kedua merupakan benefaktif. Preposisi ‘kepada’ dan ‘untuk’, dalam hal ini membedakan peran semantis antara ‘Jhon’ dan ‘Karta’.


7.      Kasus Lokatif (L)

Kasus lokatif adalah kasus yang memperkenalkan lokasi, tempat, (atau letak) ataupun orientasi ruang/spasi atau tindakan yang diperkenalkan oleh verba (dalam Tarigan, Filmore, 1972: 90). Dalam kalimat ‘Anita mengajar di Aceh’, kata ‘Aceh’ merupakan kasus tempat.

8.      Kasus Waktu (WK)

Kasus waktu adalah waktu yang terpakai atau diduduki oleh suatu proses, kegiatan, atau keadaan yang dinyatakan oleh verba. Dalam kalimat ‘Tuti datang kemarin’, kata ‘kemarin’ adalah kasus waktu.

9.      Kasus Penyerta (PNY)

Kasus penyerta adalah frasa benda yang mempunyai hubungan konjungtif dengan frasa benda lain, yang ditandai oleh preposisi ‘dengan’, ’bersama’ dan sebagainya. Contoh ‘ MS main catur dengan Latief’ dan MS bersama Latief main catur’, kata ‘Latief’ merupakan kasus penyerta.

10.  Kasus Benefaktif (BEN)

Kasus Benefaktif mempunyai ciri [+ hidup]. Kasus yang ditujukan bagi makhluk hidup (yang bernyawa) yang memperoleh keuntungan dari tindakan yang diperikan oleh verba. Dalam Bahasa Inggris, kasus ini dinyatakan dengan preposisi ‘for’ (Fillmore 1968). Dalam kalimat ‘Jack opened the door for Paul’, kata ‘Paul’ menunjukkan kasus benefaktif. Kasus benefaktif adalah nomina atau frasa nomina yang mengacu kepada orang atau binatang yang memperoleh keuntugan, atau dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan dari tindakan verba. Dalam bahasa Indonesia ‘Ibu memberikan kepada adik’, kata ‘adi’ menunjukkan kasus benefaktif.

Di dalam gramatika kasus yang dikembangkan oleh Fillmore (1968) batasan verba ditentukan dari segi kerangka kasus (case frames), sesuai dengan lingkungan kasus yang ada di dalam kalimat. Dalam gramatika kasus yang baru, pengertian kerangka kasus tidak berubah. Batasan verba ditentukan sesuai dengan kasus-kasus yang ada hubungannya dengan verba di dalam strukturdalam (Fillmore, 1972), seperti berikut ini.
 break + [---A, I, O]

Kerangka kasus ini memperlihatkan bahwa verba ’break’ berada dalam kerangka yang mempunyai kasus objek yang obligatori, dan kasus kasus pelaku dan alat yang opsional.

Tetapi teori kerangka kasus ini mengalami masalah, beberapa kerangka kasus sukar diterapkan. Masalah ini dipecahkan dalam gramatika kasus yang baru dengan memperkenalkan (1) peran kosong (vacant roles), (2) peran koreferensial (koreferential roles), dan 3) peran terpratata (built – in roles).

Peran kosong adalah peran kasus yang tidak muncul pada strutur permukaan, tetapi ada di dalam struktur-dalam, seperti pada kalimat berikut ini ‘Fred remainds me of my late grandfather’, ‘Fred resembles (to me) my late grandfather’. Dengan verba seperti ‘remindsdan resembles’ di dalam. struktur dalam terdapat kasus ALM, walaupun sering tidak terdapat representasi permukaan kasus ALM pada verba ‘resemble’.

Peran koreferensial adalah dua kasus yang mempunyai satu acuan. Verba-verba yang mengandung makna ‘gerak’, misalnya, mempunyai kasus-kasus A, O, S, dan TJ. Namun, di antara verba-verba ini terdapat perbedaan, dimana kasus PLK kadang-kadang koreferensial dengan O, kadang-kadang dengan S, dan kadang-kadang dengan TJ. Karena itu verba seperti ‘bergerak’, ‘berjalan’, ‘berlari’, ‘berenang’ dalam bentuk transitif, A koreferensial dengan O. A yang merupakan O itulah yang melakukan ‘bergerak’, ‘berjalan’, ‘berlari’ dan ‘berenang’. Pada verba seperti ‘melempar’, ‘memberi’, ‘menjual’ dan ‘mengirim’, A koreferensial dengan S. Kegiatankegiatan tersebut dilakukan oleh A yang juga mempunyai peran S. Pada verba seperti ‘meneria’, ’ mencuri’, ‘mengambil’ dan ‘mendapat’, A koreferensial dengan TJ. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh A sebagai TJ. Dengan pelepasan kasus koreferensial, verba-verba tersebut masingmasing mempunyai karakteristik verba A-S-TJ, verba A-O-TJ; dan verba A-O-S. Tetapi adanya kasus koreferensial di sini menandai semua verba tersebut sebagai verb A-O-S-TJ. Oleh karena itu, verba-verba yang kelihatannya berbeda pada representasi permukaan tidak berbeda pada representasi struktur-dalam.

Peran terpratata adalah peran yang dipunyai oleh konten leksikon verba itu sendiri. Verba seperti ‘mencium’, ‘menampar’ dan ‘menendang’ mempunyai kasus instrumen (I) yang tidak terungkap pada struktur-permukaan kecuali jika instrumen (I) tersebut mempunyai keterangan tertentu. Orang tidak perlu lagi menyebutkan misalnya, ‘dengan hidung’ untuk verba mencium dan sebagainya. Sebagai terapan dari paparan di atas, mari kita lihat analisis kalimat berikut ini berdsarkan tata bahasa kasus: ‘Tuti sedang membaca koran di serambi.  Analisis kalimat di atas dalam diagram sebagai berikut.



Sedang membaca koran di serambi Tuti Diagram di atas perlu ditransformasi-kan dengan menempatkan A pada bagian depan klausa sehingga berwujud seperti dibawah ini. Diagram di atas perlu diturunkan menjadi struktur lahir, yaitu dengan melepaskan penanda kasus yang kosong, sehingga struktur itu berbentuk seperti dibawah ini.


 

BAB III
PENUTUP
A       Simpulan

Tata bahasa kasus lahir sebagai perluasan dari tata bahasa transformasi generatif, Fillmore sebagai pencetus tata bahasa kasus melihat ada masalah pada tata bahasa transformasi generatif, yaitu tata bahasa tersebut tidak dapat menjelaskan adanya peran semantik frasa nomina dalam hubungannya dengan verba. Pada tata bahasa transformasi generatif masing-masing kategori yang diberi label frasa yang hanya mempunyai hubungan logika bentuk dan distribusi dengan kategori lain dalam sebuah kalimat. Namun tata bahasa kasus setiap kategore diberi peran semantis yang disebut kasus.

Pada tata bahasa kasus sebuah kalimat terdiri atas dua konstituen, yaitu modalitas dan proposisi. Modalitas mencakup unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia, sedangkan proposisi terdiri atas sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus. Kasus merupakan hubungan antara verba dengan nominadalam sebuah kalimat. Kasus-kasus yang muncul pada tata bahasa kasus adalah kasus pelaku (A), kasus mengalami (P), kasus alat (ALT), kasus objek (O), kasus sumber (S), kasus tujuan (TJ), kasus tempat (TP), kasus waktu (WK), kasus penyerta (PNY), dan kasus benefaktif (BEN).

B        Saran

 
Daftar  Pustaka

Abdul Chaer.2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Fillmore, Charles J. 1968. The Case for Case. Di dalam Emmon Bach & Robert T. Harms (ad) Universal in Languistics Theory. New York,Halt, Renehart & Winston.
Kridalaksana, Harimurti. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta : PT. Gramedia.
Samsuri. 1982. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Verhaar, J.W.M..1985. Pengantar Linguistik. Jakarta: Gajah Mada University Press.
Yasin, Anas. 1991. Gramatika Komunikatif Sebuah Model, Disertasi pada PPS IKIP Malang.


untuk menampilkan bagan Download file ini, Disisni



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar