Minggu, 06 Januari 2013

Kultur Jerman vs. Indonesia


         Studi dan tinggal di Jerman adalah tantangan yang besar, terutama bagi yang 20 tahun hanya tinggal di Indonesia seperti saya. Semakin lama tinggal di satu negara, semakin melekat kultur dari negara tersebut.
Bagi saya sewaktu pertama kali datang ke Jerman banyak hal secara kultur yang sangat baru untuk saya. Dan saya perhatikan orang-orang Indonesia yang tidak betah studi dan tinggal di Jerman adalah mereka yang tidak belajar mengenal dan mempraktekan kultur Jerman selama tinggal di Jerman. Beberapa waktu yang lalu saya mendapat ilustrasi menarik dari seorang seniman mengenai kultur Jerman versus Cina, yang secara garis besar juga berlaku untuk orang Indones    ia. Beberapa hal dari ilustrasi ini akan saya bahas sedikit di bawah.
Hampir 180 tahun yang lalu seorang misionar Kristen Jerman datang ke Sumatera untuk membawa agama Kristen ke tanah Batak. Satu hal yang membuat dia berhasil di tanah Batak adalah keinginan dia yang gigih untuk belajar bahasa Batak, mengenal dan mempraktekan kultur Batak. Nama misionar ini adalah Ludwig Ingwer Nommensen. Hal yang sama juga berlaku bagi  orang Indonesia yang datang ke Jerman, mereka yang berhasil di Jerman dalam studi, bersosialisasi, bekerja adalah mereka yang mampu berbahasa Jerman, mengenal dan mempraktekan kultur Jerman. Memang tidak semua kultur harus diserap, tetapi ada banyak hal baik dari kultur Jerman yang bisa kita pelajari. Beberapa kultur Jerman yang menarik perhatian saya adalah …

1. Mengutarakan pendapat
Orang Jerman mengutarakan pendapat secara langsung dan jelas. Berbeda dengan orang Indonesia, biasanya orang Indonesia memerlukan 1 paragraf untuk mengutarakan pendapatnya dan pada akhirnya pendengar juga tidak tau apa inti pendapatnya. Sedangkan orang Jerman hanya memerlukan 1-2 kalimat untuk mengutarakan pendapatnya dan inti pendapatnya bisa langsung dimengerti.
2. Tepat waktu
Di Jerman semua serba tepat waktu. Orang Jerman mengharapkan kalo ada janjian jam 12, artinya ketemu jam 12, bukan jam 12.15. Jika jam janjiannya tidak bisa ditepati, orang Jerman mengharapkan diberitau beberapa jam sebelumnya. Sedangkan orang Indonesia terbiasa dengan janjian tidak tepat waktu, sehingga ada istilahnya “jam karet”. Istilah yang tidak akan pernah ada di Jerman.

3. Menghadapi masalah
Orang Jerman menhadapi masalah secara langsung, mereka berusaha mencari akar permasalahannya dan mencari solusi terbaik. Sedangkan orang Indonesia lebih banyak berhati-hati dalam menghadapi masalah dan berusaha menghindari konflik dengan orang lain.

4. Pandangan terhadap diri sendiri
Orang Jerman memandang diri sendirinya cukup penting, sedangkan orang Indonesia lebih melihat kepentingan bersama lebih penting. Hal ini tidak saya liat selalu baik, karena kita adalah mahluk sosial. Tetapi di sisi lain sikap ini mungkin yang membuat begitu banyak orang Jerman yang menjadi penemu, dari Bosch, Benz, Porsche, dan lain-lain. Mereka adalah individual-individual yang terfokus memandang dirinya penting.
Yang menarik adalah, seorang seniman cina Liu Yang (http://www.yangliudesign.com) berusaha mengilustrasikan perbedaaan kultur Jerman dan Cina. Liat http://www.chinese4kids.net/blog/a-virsual-comparison-between-chinese-and-german-culture/. (<- harus diliat, sangat menarik dan lucu).
4 hal di atas hanya beberapa contoh secara general. Saya tidak menclaim semuanya 100% benar seperti itu, tetapi tendensinya seperti itu. Di post ini saya tidak bermaksud merendahkan orang Indonesia, karena saya sendiri orang Indonesia. Dan saya yakin orang Indonesia tidak kalah dengan orang Jerman, tetapi dalam banyak hal kita masih bisa belajar dari orang Jerman. Dan semoga orang Jerman juga belajar dari orang Indonesia.
P.S. saya tidak menampilkan ilustrasi Liu Yang langsung di blog saya. Karena sampe sekarang saya belum dapat jawaban dari dia untuk ijin menggunakan ilustrasi dia di blog saya.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar